KAJIAN HISTORIS KERAJAAN ADONARA - RENOL KOTA - NDONA
KAJIAN HISTORIS KERAJAAN ADONARA
DI DESA ADONARA KECAMATAN ADONARA
KABUPATEN FLORES TIMUR
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya sejarah memberikan landasan bagi
manusia dalam mengamati dan mengubah dunia pada masa kini dan masa mendatang. Berdasarkan pengamatan-pengamatan pada peristiwa di
masa lampau, maka orang akan mengenal dan mengerti tentang
kaidah-kaidah yang dapat dijadikan sebagai bahan berpikir dan berbuat untuk memajukan kehidupan manusia dan semesta alam di masa
kini dan bahkan di masa mendatang (Kartodirdjo, 1997: 18).
Setiap bangsa di muka bumi ini memiliki alur sejarahnya sendiri. Namun hanya sebagian kecil saja dari
seluruh bangsa di muka bumi ini yang mengerti dan memahami sejarahnya. Oleh
karena itu, kesadaran sejarah pada suatu
masyarakat hendaknya mendapat perhatian serius, sehingga masing-masing individu dalam suatu masyarakat sadar dan memahami
perjalanan sejarahnya sendiri.
Ir. Soekarno dalam pidatonya berjudul ”Jas Merah”
mengungkapkan bahwa jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Beliau juga
mengatakan bahwa sejarah itu berguna, karena dari mempelajari sejarah orang dapat
menemukan hukum-hukum yang menguasai kehidupan manusia dan salah satu hukum itu
ialah bahwa tidak ada bangsa yang menjadi besar dan makmur tanpa kerja,
terbukti dalam sejarah segala zaman bahwa kebesaran dan kemakmuran ini
merupakan kristalisasi keringat dan ini merupakan hukum yang kita temukan dalam
mempelajari sejarah (Kartodirdjo, 1997: 185).
Perjalanan panjang sejarah perjuangan bangsa
Indonesia telah diisi dengan berbagai peristiwa bersejarah, demikian pentingnya
peristiwa tersebut sehingga dianggap sebagai tonggak sejarah. Peristiwa
tersebut berupa penyelenggaraan suatu kegiatan seperti lahirnya sebuah kerajaan,
organisasi, pertempuran atau perjuangan, yang mana dari peristiwa
tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah moment penting bagi generasi sekarang.
Pada zaman Reformasi ini ada sebagian orang yang
telah megetahui beberapa peristiwa sejarah, dan peristiwa itu dijadikan sebagai
sebuah nilai dan norma dalam kehidpan sehari-hari, namun ada juga atau belum
sama sekali mengetahui tentang makna suatu peristiwa
sejarah, dan salah satu penyebabnya adalah minimnya informasi kesejarahan mengenai
peristiwa bersejarah, pada
komunitas bersangkutan.
Dalam kehidupan manusia terdapat begitu banyak
peninggalan masa silam, di mana peniggalan itu telah banyak memberikan gambaran
pada generasi sekarang tentang kehidupan di masa lampau. Seorang sejarawan
Indonesia R.Moh.Ali dalam Kuntowijoyo (1961: 17-18) memberikan penjelasan
mengenai arti dari sejarah sebagai berikut:
1.
Jumlah
perubahan-perubahan, kejadian dan dalam kenyataan sekitar kita.
2.
Cerita
tentang perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa sejarah.
3.
Ilmu
yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa.
Cerita tentang peristiwa, kejadian dan perubahan
serta ilmu yang menyelidiki, pada dasarnya merupakan kegiatan manusia yang di
dalam sejarah dihimpun dalam berbagai sumber seperti: sumber lisan, sumber
tertulis, dan sumber benda.
Peristiwa-peristiwa atau kejadian yang dialami
oleh suatu masyarakat atau bangsa di masa lampau merupakan pengalaman sejarah yang
sangat penting dan berharga bagi bangsa tersebut. Bahkan
tokoh-tokoh masyarakat menganjurkan kepada kita untuk belajar dari pengalaman masa lalu, agar dapat menyongsong keberhasilan di
masa yang akan datang. Atau lebih jelas lagi, agar suatu bangsa
terus belajar dari sejarah masa lalunya, agar dapat menentukan langkah
perjalanan bangsa dikemudian hari (Wiryosuparto, 1964: 114).
Dengan demikian, sejarah memiliki arti yang sangat
penting dalam kehidupan sebuah bangsa, karena peristiwa sejarah yang telah
terjadi pada masa lampau di sebuah bangsa itu menjadi suatu pedoman atau
pegangan hidup dari bangsa tersebut di masa sekarang dan dan masa depan.
Bila ditelusuri sejarah yang terjadi di setiap
daerah di Indonsia kita akan menemukan banyak peninggalan sejarah seperti
halnya di daerah kita, yang mana peninggalan-peninggalan itu mempunyai
nilai-nilai sejarah bagi generasi penerusnya. Selain itu semua bangsa dunia ini mempunyai sejarahnya
masing-masing begitu pulah di daerah dari suatu bangsa tentunya mempunyai
sejarahnya masing-masing (Kartodirdjo, 1997: 205).
Mengenal sejarah kehidupan masa lampau manusia, akan memberikan kontribusi
untuk merefleksikan sekaligus mencari benang merah tentang kehidupan pada masa
lampau, karena masa sekarang merupakan mata rantai pada masa sebelumnya.
Menyadari bahwa manusia adalah makluk menyejarah, maka penelusuran sejarah
adalah bagian yang tidak dipisahkan karena menyangkut hidup dan kehidupan
manusia sepanjang zaman. Hanyalah manusia yang mempunyai sejarah, karena manusia
adalah pembuat sejarah (Wiryosuparto, 1964: 94).
Menurut hemat penulis referensi yang akurat dan komprehensif tentang
sejarah kerajaan Adonara belum
banyak di teliti. Dengan demikian dapat dimaklumi bahwa
warga masyarakat Adonara
sendiri terutama generasi muda tidak banyak mengetahui eksistensi kerajaan
Adonara. Masyarakat hanya mengenal kerajaan lain di pulau tersebut yakni:
kerajaan Lohayong di pulau Solor dan kerajaan Larantuka di Larantuka sedangkan
kerajaan Adonara yang hidup pada masa lampau dilupakan. Dengan demikian menjadi
suatu keharusan untuk memiliki suatu dokumentasi yang lengkap dan akurat
mengenai aktivitas kehidupan pada masa lampau dan lingkungan pada masa lampau
kepada generasi penerus untuk dilestarikan dan dikembangkan masa kini dan masa
mendatang.
Menurut
arsip yang diakses penulis memperlihatkan bahwa sejarah lokal Adonara telah terdokumentasikan
dari abad keenam belas, ketika para pedagang dan misionaris
Portugis
mendirikan pos di dekat Pulau Solor. Pada saat itu Pulau Adonara dan
pulau-pulau di sekitarnya dibagi di antara penduduk pesisir yang dikenal
sebagai Paji, dan penduduk pegunungan yang disebut
Demon. Etnik Paji mudah
menerima Islam,
sementara Demon cenderung berada di bawah pengaruh Portugis. Wilayah Adonara
milik Paji mencakup tiga kerajaan, yaitu Adonara (berpusat di pantai Utara pulau),
Terong
dan Lamahala (di pantai Selatan).
Bersama dengan dua kerajaan di Pulau Solor, Lohayong dan Lamakera, mereka membentuk
sebuah persekutuan yang disebut Watan Lema ("lima
pantai"). Watan Lema bekerja sama dengan VOC pada 1613 dan
ditegaskan pada 1646. Kerajaan Adonara sendiri sering permusuhan dengan
Portugis di Larantuka,
Flores,
dan tidak selalu taat kepada Belanda.
Pada abad
kesembilan belas, penguasa Adonara di Utara memperkuat posisinya di Kepulauan Solor; saat itu,
ia juga menjadi penguasa bagian Timur Flores dan Lembata. Wilayah Demon berdiri
di bawah kekuasaan kerajaan Larantuka, yang berada di bawah kekuasaan Portugis
sampai tahun 1859, ketika wilayah tersebut diserahkan pada Belanda. Kerajaan
Larantuka dan Adonara dihapuskan oleh pemerintah Indonesia
pada tahun 1962.(http)
Di era globalisasi ini sering kali orang mulai
melupakan sejarah yang telah diwariskan apalagi mempelajarinya. Kita sebagai warga negara Indonesia atau pun sebagai masyarakat dunia
tentulah banyak menyaksikan
tragedi yang melanda dunia maupun di setiap daerah, (Badrika, 1997: 117).
Bertolak dari latar belakang di atas
penulis tergugah untuk mengangkat topik ini dengan judul: “Kajian Historis Kerajaan Adonara di Desa Adonara Kecamatan Adonara
Kabupaten Flores Timur”.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah berdiri dan berkembangnya kerajaan Adonara?
2.
Bagaimana
eksistensi kerajaan Adonara terhadap kehidupan masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mengetahui sejarah berdiri dan berkembangnya kerajaan Adonara.
2.
Untuk
mengetahui pengaruh eksistensi kerajaan Adonara terhadap kehidupan masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat
Teoritis.
Manfaat teoritis dari penelitiaan adalah memperkaya
kajian tentang sejarah kerajaan khususnya sejarah kerajaan Adonara.
2.
Manfaat
praktis
2.1 Sebagai sumber dokumentasi
bagi masyarakat khususnya mengenai sejarah kerajaan Adonara di Adonara
Kabupaten Flores Timur sehingga dapat dijadikan sebagai bahan refleksi mengenai
apa yang terjadi pada masa lampau guna menata masa depan.
2.2 Memberikan
kontribusi dan presepsi yang positif kepada generasi muda dari masyarakat
Adonara pada umumnya untuk menjaga dan melestarikan nilai – nilai sejarah pada
kerajaan Adonara.
E. Kajian Pustaka
Untuk membedah
permasalahan di atas maka, penulis mengkaji beberapa buku– buku: Menurut Ernst Vatter dalam
bukunya Ata Kiwan (1984: 21) menyatakan
bahwa: pada abad ke–17 kerajaan–kerajaan
Terong, Lamahala, Lamakera dan Lohayong pernah memainkan perannya yang sangat
berarti dalam sejarah kolonialisasi di kepulauan Nusantara. Pada tahun 1613 benteng
yang didirikan orang Portugis di Solor harus diserahkan kepada Scotte seorang
Belanda, maka orang ini yang menandatangani apa yang disebut “Pakta Enam
Kekuatan” yang menjamin monopoli dagang bagi Hindia Belanda di kepulauan Solor.
Pada hakikatnya kerajaan-kerajaan yang menjadi Enam Pakta Kekuatan tersebut
adalah: kerajaan Adonara, kerajaan Lewo Nama, kerajaan Serbiti, kerajaan
Larantuka, kerajaan Lamahala, dan kerajaan Lohayong. Dalam pertempuran yang
berulang kali antara Portugis dan Belanda pada abad ke-17, orang-orang Belanda
selalu bersekutu dengan raja-raja Islam dari “pakta enam kekuatan” sedangkan
orang-orang Portugis bertumpuh pada kerajaan Larantuka. Pada tahun 1680 Lohayong di Solor
tampak mempunyai supremasi yang mantap terhadap kerajaan-kerajaan islam
lainnya di kepulauan itu. Patut dicatat, bahwa pada waktu itu kerajaan tersebut
di perintah oleh seorang wanita yaitu, Ratu Nyai Chili Muda.
Tentang kerajaan
Larantuka dan raja-rajanya menurut Ernest Vater (1984: 22) bahwa dengan ceritera dari
raja-raja yang memerintah sebelum raja sekarang yaitu raja Antoni. Nama dari raja
tersebut adalah Servus dan karena alasan-alasan yang tidak begitu jelas ia
diturunkan dari takthanya oleh pihak Belanda kira-kira 10 tahun yang lalu. Ia adalah raja
ke 20 yang memerintah di kerajaan Larantuka. Nenek moyangya sejak dahulu kala berasal
dari kaki Ile Mandiri, sehingga kekerabatannya dengan Lenurat, yang menurut
mitos, nenek moyang dari penduduk gunung. Dengan kebanggan seorang penguasa
terhadap nenek moyangnya, bercampur dengan skeptisisme yang sedikit ironis dan
khas bagi orang pribumi terdidik, Servus membantah dongeng-dongeng tua yang
bercerita tentang riwayat Lenurat, yang juga menjadi sumber sejarah yang
melegendaris bagi raja-raja Larantuka. Lenurat tidak dilahirkan dari seorang
wanita, seperti saudara perempuannya yang bernama Watuele, ia timbul dari dalam
gunung. Di gunung itu sendiri pada waktu itu belum ada manusia, manusia hanya
terdapat di pantai dan di dataran.(Vatter, 1984: 24)
Orang-orang “Paji” yang
pada awalnya tidak tahu tentang Lenurat dan Watuele. Pada suatu malam ada
seorang anak perempuan bernama Hadu Bole Teniba Duli yang melihat api menyala
di puncak gunung. Ia meminta saudara-saudaranya pergi ke tempat itu. Mereka berjumpa dengan Lenurat dan
gadis Paji, sedangkan Watuele mendapat jodo orang paji yang bernama Paji Golo
Arakiang. Watuele menurukan raja-aja Larantuka, yang pertama adalah Sira Demon Pago Molan, artinya “ Tuan Demon
yang kaya kekuatan gaib”. Hingga sekarang Molan
(Bahasa Solor) masih berarti dukun. Tetapi tidak lama kemudian terjadi
permusuhan antara anak-anak Lenurat dengan orang paji di pantai, antara Ile
Mandiri dengan Larantuka, sehingga orang-orang paji mengungsi ke Adonara dan
Solor.(Vatter,
1984, 25)
Dinasti berikutnya
dilanjutkan oleh Paji Laga Labalun yang gagah berani, yang berani menghadapi
segala-galanya, dan Mau Boli yang otokratis, yang selalu melaksanakan apa yang
diinginkannya. Kedua raja ini mempersatukan kampung-kampung di kaki Ile Mandiri
menjadi satu kerajaan yang teratur. Di bawah pemerintahan Sira Pain “yang buas
dan kuat”, dan Sira Napan “ yang menjaga segala-galanya” datanglah sejumlah besar pengungsi dari
daerah bencana Keroko Pukan-Lapan Batan ke Larantuka, dan dipersiapkan
penaklukan-penaklukan bagi pengganti mereka, yaitu Igo yang besar, “yang
memeintah segala-galanya”. Dia hidup pada pertengahan abad ke 16 dan meluaskan
daerahnya ke Barat , melalui Flores Tengah sampai ke Manggarai.(Vatter, 1984, 24)
Di perbatasan Manggarai masih
terdapat dua kampung, yaitu kota di Utara dan Larantuka di Selatan yang
mempunyai nama Solor. Kedua nama ini ada di antara nama-nama asing dan menjadi
bukti nyata adanya perluasan daerah dari kerajaan Igo. Kini riwayat Igo dan
adiknya Enga masih diceriterakan di mana-mana di Flores Timur. Ketika kakak
beradik bersama-sama dengan bala tentaranya berangkat ke Lio di Floers Tengah
untuk menumpas suatu pemberontakan, Enga pulang ke Larantuka sebelum
pertempuran selesai dan menyiarkan berita, bahwa Igo gugur. Dia menikahi istri
Igo dan menjadi raja. Waktu Igo pulang, Enga melarikan diri ke Adonara dan
menjadi pemimpin bagi orang-orang paji di sana untuk bertempur melawan
Larantuka. Keturunannya hingga kini masih tinggal di pulau tersebut.(Vatter, 1984, 25)
Peperangan antara “Paji “ yang dipakai oleh
penduduk pantai dalam mitos Lenurat dengan nama demon yang dipakai oleh raja Larantuka pertama
tampaknya dilanjutkan kedua kelompok kepulauan Solor dan hingga saat ini mereka
belum bersatu. Dalam sebuah kronik pada abad ke-17 yang disusun oleh kaum
Dominikan mereka disebut Pagi-nara dan Damo-nara dan disejajarkan dengan
Guelfen-Linen dari Eropa pada abad pertengahan. “Nara“ adalah kata Jawa yang
berarti Manusia, maka Pagi-nara dan dan Damo-nara sepadan dengan orang Demon dan
orang Paji dalam bahasa Melayu. Arti harafiah ini sangat bergeser yang dinamakan orang Demon adalah
hamba sahaya raja kristen dari Larantuka sedangkan orang Paji adalah hamba
sahaya raja Islam tanpa melihat apakah mereka Kristen, Islam, atau Kafir.(Vatter, 1984, 24)
Masuknya Portugis dan
Belanda ke wilayah NTT yakni sesudah tahun 1453 melalui pintu gerbang menuju
Asia. Sesudah mengalahakn Malaka pada tahun 1511, maka orang-orang Portugis
mendatangi pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur dan memusatkan perdagangannya di
pulau Solor. Guna melindungi diri dari serangan-serangan penduduk yang beragama
Islam maka mereka mendirikan sebuah benteng yang di kenal dengan nama benteng
Lohayong.(Doko,
1974: 85)
Orang-orang Barat datang
ke wilayah
nusantara sebagai pedagang, yang untuk kepentingan itu mereka mendekati atau
berkenalan dengan pemuka-pemuka masyarakat. Untuk kepentingan perdaganagan
orang-orang khususnya orang-orang Belanda itu mengadakan perjanjian-perjanjian
dengan penguasa-penguasa masyarakat setempat. Dalam hal perkembangan selanjutnya
perjanjian-perjanjian itu akhirnya menjadi suatu hal yang mengikat bagi
pemerintah asli dengan penguasa-penguasa masyarakat itu.
Pada abad ke-15 dan
ke-16 merupakan suatu kurun waktu di mana terjadinya perkembangan penting di
mana terjadinya perluasan wilayah kekuasaan bangsa Barat. Semangat petualangam
telah mendorong bangsa barat berdagang ke seberang lautan melewati ujung
selatan Afrika ke India, dan terus ke Asia Tenggara, Cina dan Jepang. Orang-orang portugis merebut Goa dan
Malaka pada tahun 1550 dan 1511 dan orang-orang Belanda merebut Jakarta pada
tahun 1619.(Graaf, 1985, 124)
Pada saat ini, wilayah
kepulaun Solor yang terdiri dari pulau Solor, pulau Adonara, pulau Lembata,
Pantar, Alor dan beberapa kepulaun kecil di sekitarnya. Tetapi siapa kira,
kalau kawasan ini meliputi tiga Kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) itu,
pernah mendapat pengaruh kuat dari beberapa kerajaan Islam di Maluku, Jawa dan
Sulawesi sejak abad ke-15.
Seorang sosiolog dari
Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Syafruddin Gomang dalam sebuah
tulisannya, menghubungkan perkembangan di gugusan kepulauan itu dengan
perkembangan salah satu kerajaan di Timur yakni Ternate. Tersebutlah pengganti
Sultan Baabulah yang membalas kematian Ayahnya Sultan Hairun, yang dibunuh
Portugis, dengan mengepung Portugis dalam benteng di Ternate dengan mengambil
alih benteng pada tahun 1574.(http://www.menelusurijejak-jejekislamdisolor.com)
Dalam puncak kejayaan
itulah, Sultan Baabulah mendapat pengakuan kedaulatan dari masyarakat yakni
kepulauan Solor. Dari dokumen Portugis, Gomang mengungkapkan Sultan Baabulah
mengurus keponakannya bernama Kaichi Ulan ke pulau Buru di Maluku, merekrut
orang–orang dan mempersiapkan perahu untuk penyerangan ke Lohayong, sebuah
basis pertahanan Portugis di pulau Solor. Rencana serangan itu, atas permintaan
bantuan dari Solor untuk menyerang orang Portugis di Benteng Lohayong.
Dalam pelayaran Kaichi
Ulan ke Solor tersebut, ikut pula banyak bangsawan Ternate dan pengikut mereka
yang kemudian menetap di beberapa pulau di NTT. Diantara mereka terkenal
namanya Sultan Sahar, Syarifah yang menetap di Pulau Solor dan nantinya
memimpin Solor bertempur melawan Portugis, setelah bersekutu dengan VOC atau
kongsi dagang Belanda yang bersaing dengan Portugis. Tokoh ini kemudian pindah
ke Kupang di Pulau Timor, ketika VOC memindahkan daerah kedudukannya dari Solor
ke Kupang pada tahun 1657. Di Kupang, Sultan Syarif lebih dikenal dengan nama Atu
Laganama yang menjadi penyebar agama Islam pertama di sekitar Batu Besi,
Kupang. Diduga, kedatangan Atu Laganama ini menandai migrasi pertama orang
Islam Solor ke Kupang, sehingga sampai kini di ibukota Propinsi NTT itu, masih
ada kelurahan Solor.
Sebagian dari pasukan Kaichi
Ulan, tidak hanya menetap di Pulau Solor tetapi juga pulau-pulau lain mulai
dari Flores Timur sampai ke kabupaten Alor. Karena itu, di Alor terdapat sebuah
pulau yang bernama Pulau Ternate, sementara mereka yang menetap di Flores Timur
antara lain dari Klen Gogo, Likur dan Maloko. Bahkan, seorang ulama
dari Ternate yang bernama Usman Barkat menjadi tokoh penyebar agama Islam. Di
Blang Merah, Alor, pun sudah ada kampung Maluku pada abad ke- 15, yang dihuni
penduduk beragama Islam. Pada abad ke- 17, gugus kepulauan Solor dikabarkan
resmi menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate yang berubah menjadi Kerajaan
Islam pada tahun 1683.
Penelitian yang dilakukan dosen Undana, Munandjar Widyatmika menyebutkan
bahwa pada tahun 1680 Lohayong di Solor merupakan Kerajaan Islam yang memiliki supremasi
terhadap kerajaan Islam lainnya. Saat itu, Lohayong di Solor diperintahkan
seorang Ratu yang bernama Nyai Chili Muda, yang pada tahun 1663 mengirim surat
kepada Gubernur Jendral VOC di Batavia, memohon agar dikirimkan gading
berukuran besar yang dijadikan bantal di kala
Ia wafat nanti. Ia juga menyebut, Kedang sebuah wilayah di Timur Pulau Lembata
merupakan bagian dari Kerajaan Ternate, sementara di Selatan Pulau Lembata juga
terdapat sebuah Kerajaan Islam yakni Kerajaan Lebala dengan raja terakhir
Ibrahim Baha Mayeli. (dalam http://www.menelusurijejak-jejekislamdisolor.com)
Sementara Solor
setelah diduduki VOC pada tahun 1646, tetapi sultan Ternate baru resmi
menyerahkan kepada Solor pada tahun 1683. Pada saat yang sama, di Kalikur
Kedang, Lembata terdapat klen Honi Ero yang berasal dari Eram, sedangkan raja
Adonara di Pulau Adonara, masih keturunan dari Ternate. Bahkan, Gomang dan Widyatmika
menyebutkan tidak diketahui pasti, siapa pendiri kerajaan Lohayong Islam di
Solor, yang jelas pada masa Kerajaan Majapahit memperluas wilayah kekuasaan
dalam kerangka persatuan Nusantara sejak tahun 1357 dengan menaklukkan Dompo di
Nusa Tenggara Barat (NTB) di bawah Laksamana Nala, (http://www.menelusurijejak-jejek slamdisolor.com)
Kemudian
Lohayong Solor yang strategis dijadikan salah satu pusat kedudukan pasukan
Majapahit. Karena letaknya yang strategis, Lohayong dibawah pedagang Islam dari
Jawa dan Sulawesi, diduga pada waktu itu agama Islam telah berkembang di
Lohayong Solor. Gomang dan Widyatmika menyebut tiga pilar kekuasaan Islam pasca
keruntuhan Majapahit, yakni Gresik, Gowa, dan Ternate.
Gresik
disebut-sebut telah mempunyai pengaruh di Solor, sebelum militer Portugis
membangun benteng pada tahun 1566. Pelabuhan Solor dijadikan transit bagi perdagangan
kayu cendana sebelum dijual ke Cina dan India. Demikian pula Kerajaan Gowa di
Sulawesi Selatan, telah menjadi kerajaan Islam tahun 1605. Dari rangkaian
pengaruh Islam dari Jawa, Sulawes, Ternate, dan Maluku tersebut, hingga kini
beberapa perkampungan di lima pantai di Solor, Adonara dan Lembata atau lebih
dikenal dengan “ Solor Watan Lema “ dikenal dengan perkampungan Muslim hingga kini. Kelima
kampung itu adalah Lohayong dan Lamakera di Solor, Lamahala dan Terong di
Adonara dan Lebala di Lembata.
F. Landasan Teori
Dalam membedah permasalahan di atas penulis menggunakan beberapa
teori yakni: Teori Negara dan Pemerintahan.
Sehubungan dengan pembahasan mengenai perkembangan
suatu kerajaan maka kita perlu melihat berbagai teori mengenai negara yang di
kemukakan oleh para ahli dalam kaitanya dengan pemerintahan pada suatu negara. Sebab berbicara tentang masalah
pertumbuhan kerajaan berarti kita berhadapan atau mempunyai keterkaitan dengan
masalah negara.
Menurut Jean Bodin (dalam Rustam, 1999: 87) negara
adalah suatu persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya
dan dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyeleggarakan
kemakmuran rakyat, (Kansil 1985 : 21). Dengan demikian negara merupakan suatu
persekutuan manusia yang dilengkapi dengan berbagai keperluan seperti
pemerintahan atau kekuasaan.
Menurut Aristoteles (dalam Rustam, 1999: 88)
negara adalah gabungan keluarga sehingga menjadi kelompok besar. Kebahagian
dalam negara akan tercapai apabila terciptanya kebahagiaan individu
(perseorangan), sebaiknya bila manusia ingin hidup bahagia ia harus bernegara.
Sedangkan menurut pandangan Socrates, negara
adalah sepahamnya anggota masyarakat atau zoon politicon. Negara sebagai
wadah bangsa menggambarkan cita-cita kehidupan bangsanya. (Daud Busroh, 1990:
22)
Semua manusia menginginkan kehidupan aman, tenteram
dan lepas dari gangguan yang memusnakan harkat manusia, kala itu orang-orang
mendambakan ketenteraman menuju bukit dan membangun benteng, serta mereka
bekumpul di sana menjadi kelompok. Kelompok inilah yang di namakan Socrates
sebagai polis negara kota (satu kota saja), dan dia mengaggap polis identik
dengan masyarakat dan masyarakat identik dengan negara.(Daud Busroh, 1990: 21)
Pada hakikatnya manusia sebagai makluk sosial
selalu hidup berkelompok dan saling berinteraksi dengan kelompok manusia lain, sehingga
dari sejumlah hal tersebut disepakat untuk membentuk kelompok yang lebih besar
lagi yang terorganisasi. Sebagai realisasi dari pembentukan kelompok yang
terorganisasi itu yang dikepalai oleh seoang raja atau yang lebih dikenal saat
ini adalah presiden, di mana terbentuk kelompok tersebut dibatasi oleh
teritorial atau wilayah suatu kerajaan atau negara lain yang telah bersepakat
untuk mendirikan negara masing-masing.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka ada
beberapa teori-teori tentang asal usul timbulnya suatu negara dalam berbagai
bentuk dan model yang telah disetujui oleh para ahli antara lain: Thomas Hobes
dalam teorinya dikenal dengan teori perjanjian masyarakat, yang mengatakan
bahwa ”negara terbentuk karena kelompok manusia yang tadinya hidup
sendiri-sendiri diadakan perjanjian untuk mengadakan suatu organisasi untuk
dapat menyelenggarakan hidup bersama.” (Lubis, 1981: 34).
Berbagai alasan yang timbul sehingga mastarakat
membentuk suatu persekutuan hukum dan terbentuk menjadi sebuah negara. Lebih
lanjut Thomas Hobes mengatakan dalam bukunya ”De Cive Levia-than” bahwa:
perasaan takutlah yang menjadi pendorong terkuat dalam diri manusia untuk
mengadakan negara. Untuk menghilangkan rasa takut dan menjamin agar seseorang itu
tidak membahayakan pada sesamanya, mereka membuatlah perjanjian membentuk suatu
badan yaitu pemerintah. (Samidjo, 1986: 86).
Jadi terbentuknya suatu negara disebabkan oleh
adanya keinginan manusia itu sendiri untuk melindungi dirinya dari kemungkinan
adanya bahaya yang mengancam. Karena perasaan adanya ancaman, maka nyatalah
dalam sejarah bahwa, negara terbentuk karena:
1.
Suatu
daerah belum ada yang menguasai diduduki oleh suatu bangsa.
2.
Sesuatu
daerah yang terjadinya termasuk wilayah suatu negara tertentu melepaskan diri
dari negara lain itu dan menyatakan diri merdeka.
3.
Beberapa
negara mengadakan peleburan (fusi) dan membentuk suatu negara baru. (Samidjo,
1986: 56).
Terjadinya sebuah negara harus memiliki
unsur-unsur, syarat-syarat mutlak yang harus dimiliki. Adapun unsur-unsur yang
harus dimiliki sebuah negara menurut Oppenheim Lauterpact adalah sebagai
berikut:
1.
Harus
ada rakyat
2.
Harus
ada wilayah
3.
Harus
ada pemerintahan yang berdaulat, (Lubis, 1981: 10). Apabila salah satu dari
ketiga unsur tersebut tidak dimiliki maka suatu kelompok masyarakat tersebut
belum dapat dikatakan sebuah negara.
Dalam perkembangan peradapan manusia, pemerintah
suatu negara dalam negara lain terdapat perbedaan sistem atau struktur
pemerintah. Oleh aristoteles (dalam Rustam, 1999: 90) yakni:
1.
Pemerintah
monarki, yaitu pemerintahan di mana satu orang yang menjadi pemegang kekuasaan
dalam negara untuk kepentingan orang banyak, dan apabila dalam pemerintahannya
tadi ia menggunakan kekeuasannya untuk dirinya sendiri maka ia disebut tirani.
2.
Pemerintahan
Aristokrasi, yaitu pemerintahan yang dikendalikan oleh beberapa orang yang
memerintah untuk kepentingan orang banyak, dan disebutnya pemerintahan
oligarki. Kalau golongan yang berkuasa tadi memerintah untuk kepentingan
golongan saja (minority).
3.
Pemerintahan
Republik, yaitu pemerintahan yang dikendalikan oleh oang banyak (mayoritas)
yang terdiri dari semua golongan.
C.T.S Kansil membedakan sistem pemerintahan dalam
dua bagian besar yaitu:
1.
Kerajaan
atau Monaki: adalah negara yang dikepalai oleh seorang raja dan bersifat turun
temurun yang menjabat seumur hidup.
2.
Republik:
adalah negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai dari dan oleh rakyat
untuk masa jabatan tertentu.
Di Indonesia pada zaman kunonya terdapat banyak
sistem pemerintahan kerajaan (monarki), namun secara teknisnya masing-masing
berbeda. Hal ini tergantung pada kondisi pemerintahan dan latar belakang
masyarakatnya. Semakin lama dan bekembangnya pola-pola dan orientasi berpikir
pemerintah serta rakyatnya semakin kurang atau dibatasinya wewenang Raja atau Kaisar.
Ditinjau dari segi besar kecilnya peranan raja
dalam suatu sistem pemerintahan kerajaan, maka menurut Mac Iver terdapat tiga
macam sistem pemerintahan yakni:
1.
Monarki
absolut atau monarki monokrasi adalah: pengguna kekuasaan dan wewenang tak
terbatas. Semua perintah raja harus dilaksanakan dan dianggap Undang-undang.
2.
Monarki
konsitusional atau monarki oligarki adalah: suatu pemerintahan di mana raja
dibatasi oleh konstitusi dan undang-undang. Raja tidak boleh berbuat sesuatu
yang bertentangan dengan praturan yang telah disepakati bersama.
3.
Monarki
parlementer atau monarki demokrasi adalah: pemerintahan di mana yang di
dalamnya terdapat parlemen dengan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
(Mac Iver, 1984: 59)
Pada umumnya kerajaan terbentuk dari
kelompok-kelompok kecil yang sifatnya luas, kemudian beranjak menjadi kerajaaan
atau suku-suku yang lebih luas. Sehubungan dengan itu (Kansil, 1976: 23)
menyatakan bahwa luas atau sempitnya suatu kerajaan bukan menjadi suatu soal,
yang penting harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti: harus ada wilayah,
kekeuasaan, rakyat yang mendiami wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
Pemerintahan adalah organisasi di mana diletakan
hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat atau tertinggi. Pemerintahan dalam
arti luas merupakan sesuatu yang lebih besar dari pada suatu badan atau
kementerian-kementerian, suatu arti yang biasa dipakai dalam pembicaraan dewasa
ini, apabila pemerintahan dalam arti luas diberikan tanggung jawab pemeliharaan
perdamaian dan keamanan negara di dalam atau di luar pemerintahan yang harus memiliki:
1.
Kekusaan militer.
2.
kekuasaan
legislative atau sarana pembuat hukum.
3.
kekuasaan
keuangan atau kesanggupan memungut uang untuk membayar biaya dalam
mempertahankan negara.
Dari uraian di atas, maka ada tiga teori tentang
timbulnya suatu negara atau kerajaan yaitu:
- Teori hukum alam.
Menurut teori ini, timbulnya suatu negara karena
adanya suatu perjanjian masyarakat atau kontra sosial yaitu rakyat seluruhnya
mengadakan perjanjian memebentuk badan politik, suatu badan (ikatan
koorporatif) yang bertugas menjamin keamanan dan keselamatan rakyat serta
membuat peraturan-peraturan, dan agar peraturan tersebut dipenuhi atau ditaati,
tidak diabaikan oleh rakyat atau seseorang, maka kepada badan ini diberikan
kekuasaan yang telah disetujui atau disepakati bersama-sama sehingga kekuasaan
ini disebut sebagai kewibawaan atau gezak. (Azhary, 1986: 16)
- Teori kekuasaan
Menurut teori ini suatu negara timbul karena
diciptakan oleh orang-orang tua yang paling berani, gagah perkasa yang
memaksakan kehendaknya terhadap orang –orang lemah, sehingga orang-orang yang
lemah tunduk kepadanya. (Azhary, 1986: 19)
- Teori Plato
Selain hukum alam yang menyatakan bahwa negara
terbentuk karena adanya perasaaan takut dan daru teori kekuasaan yang
menyatakan suatu negara terbentuk karena diciptakan oleh orang tua yang berani,
dan gagah perkasa, Plato (dalam Azhary, 1986: 21) melihat dari adanya keinginan
untuk bekerja sama dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Ia berpendapat bahwa
negara itu timbul karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka
ragam, yang menyebabkan mereka harus bekerja sama unutk memenuhi kebutuhan
mereka. Secara sendiri-sendiri mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan yang
diinginkan oleh karena itu sesuai dengan kecakapan mereka masing-masing di
dalam kerjasama tersebut diadakn pembagian tuga, sksn tetapi tetap kesatuan
karena tugas-tugas yang berbeda itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan mereka
secara bersama-sama.
Manusia selalu hidup dalam golongan, ada golongan yang
bernama keluarga, famili, tetangga, kampung, negeri, daerah dan negara. Semua
golongan tempat manusia menjadi sebagai anggotanya tidak dibuat atau diciptakan
oleh manusia. Golongan-golongan yang beraneka ragam itu terjadi
karena watak manusia itu sendiri. Hukum Qur’an mengatakan bahwa golongan itu
sudah dijadikan oleh Tuhan dan sudah menjadi sunnah-Nya dalam kehidupan
manusia, (http=//dhymas.wordpress.com/teori-negara-menurut-quran/23-04-10).
Mengenai timbulnya kekuasaan dalam Negara Qur’an mempunyai
pendirian yang berlainan dari teori-teori kekuasaan dalam Negara seperti
berikut :
1.
Hobbes
dengan teori perjanjian masyarakat, mengatakan bahwa kekuasaan yang ada dalam
negara itu adalah kekuasaan yang diberikan oleh orang ramai kepada pemegang
kekuasaan itu (homo homini lupus) dalam teorinya Hobbes mengatakan
bahwa manusia memakai manusia untuk menegakkan keamanan dan ketertiban.
2.
Dan Lock
mengatakan bahwa kekuasaan yang diberikan kepada pemegang kekuasaan dalam
Negara itu adalah kekuasaan untuk mejamin keselamatan jiwa, kemerdekaan dan
harta benda setiap orang.
3.
Rousseau
mengatakan bahwa yang mempunyai kekuasaan itu bukanlan yang memegang kekuasaan
dalam negara. Namun yang mempunyai kekuasaan itu adalah rakyat yang telah
mengadakan perjanjian masyarakat. Pemegang kekuasaan hanyalah pelaksana belaka
dari kekuasaan atas nama rakyat, yang mempunyai hak untuk membatasinya,
merubahnya dan mencabut apabila dikehendakinya.
Qur’an mengatakan bahwa manusia itu dijadikan
sebagai penguasa dalam negara, dan Tuhan menjadikan segolongan manusia
mempunyai kelebihan dari golongan yang lain. Kelebihan itu dapat berupa
kelebihan dalam keagungan darah dan keturunan (zaman feodalisme dan monarchi
absolute) Kelebihan dalam soal keagamaan (abad pertengahan) kelebihan dalam
bidang kekayaan (masa kapitalisme) kelebihan dalam kekuatan politik
(pemerintahan parlementer).
Untuk lebih proporsional, selaian menggunakan teori Negara dan
pemerintahan dalam mendukung judul yang diangkat, penulis juga menggunakan
teori kontrak social, dalam Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik terbitan
FISIP Unair, Tahun II, No 2, Triwulan 1, 1988. Ada empat teori tentang terbentuknya negara,
yaitu teori alamiah, teori ciptaan Tuhan, teori kekuatan, dan teori kontrak
sosial.
Teori alamiah menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena
kebutuhan manusia untuk aktualisasi kemanusiaannya. Negara adalah wadah
tertinggi untuk aktualisasi manusia. Selain negara, dua wadah lain yang
tingkatnya lebih rendah adalah keluarga dan desa. Di dalam keluarga, manusia
mengakutalisasikan diri di bidang fisik, karena keluarga menyediakan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan fisik manusia. Di dalam desa, manusia mengaktualisasi diri
di bidang sosial, karena desa menyediakan pemenuhan hasrat untuk berkawan dan
bermasyarakat.
Di dalam negara, manusia mengaktualisasikan diri di bidang moral dan
politik untuk menjadi manusia sepenuhnya karena manusia mampu
mengaktualisasikan hasrat moral dan politik yang tidak bisa terpenuhi di dalam
wadah keluarga dan desa. Oleh karena itu manusia bisa sempurna hanya bila
mereka berperan dalam negara.
Teori ciptan Tuhan menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah
karena diciptakan oleh Tuhan. Penguasa atau pemerintah suatu negara ditunjuk
atau ditentukan oleh Tuhan, sehingga walau pun penguasa atau pemerintah
mempunyai kewenangan, sumber kewenangan tetap adalah Tuhan. Oleh karena sumber
kewenangan adalah Tuhan, penguasa atau pemerintah bertanggungjawab kepada
Tuhan, bukan kepada rakyat yang dikuasai atau diperintah.
Teori kekuatan menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena
hasil penaklukan dan kekerasan antarmanusia. Yang kuat dan mampu menguasai yang
lain membentuk negara dan memaksakan haknya untuk menguasai dan memerintah
negara. Sumber kewenangan dalam teori ini adalah kekuatan itu sendiri, karena
kekuatan itu yang membenarkan kekuasaan dan kewenangan.
Teori kontrak sosial menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah
karena anggota masyarakat mengadakan kontrak sosial untuk membentuk negara.
Dalam teori ini, sumber kewenangan adalah masyarakat itu sendiri.
Secara garis besar dan untuk keperluan analisis, keempat teori itu
seolah-olah berdiri sendiri secara tegar. Akan tetapi bila dilihat lebih
seksama, di dalam masing-masing teori itu terdapat nuansa-nuansa perbedaan
penjelasan dan argumentasi, terutama pada pengoperasian kewenangan. Bahkan,
dari variasi argumentasi itu sering muncul argumentasi yang bisa menjadi
pendukung atau inspirasi dari teori lain. Teori ciptaan Tuhan, misalnya,
mengandung variasi pemikiran tentang pengoperasian kewenangan.
Kongfucu, misalnya, menyatakan bahwa Tuhan memberi mandat (the
mandate of heaven) kepada raja untuk memerintah rakyatnya. Apabila raja
dianggap tidak memerintah dengan baik, maka mandat itu dicabut oleh Tuhan.
Tetapi bagaimana dan kapan mandat harus dicabut, rakyatlah yang mengetahui
dengan melihat gejala-gejala alam, seperti adanya bencana banjir, gempa bumi,
kelaparan dan sebagainya. Walau pun secara prinsip Tuhan sumber kewenangan, tampak
pula bahwa akhirnya manusia (rakyat) yang secara praktis mengoperasikannya.
Thomas Aquinas misalnya, mengembangkan pemikiran tentang principium (prinsip), modus (cara) dan exercitium (pelaksanaan) dari kewenangan. Aquinas secara tegas menyatakan bahwa pada prinsipnya kewenangan bersumber pada Tuhan, bahwa cara kewenangan dioperasikan ditentukan oleh manusia, dan bahwa pelaksanaannya pun dilakukan oleh manusia.
Thomas Aquinas misalnya, mengembangkan pemikiran tentang principium (prinsip), modus (cara) dan exercitium (pelaksanaan) dari kewenangan. Aquinas secara tegas menyatakan bahwa pada prinsipnya kewenangan bersumber pada Tuhan, bahwa cara kewenangan dioperasikan ditentukan oleh manusia, dan bahwa pelaksanaannya pun dilakukan oleh manusia.
Dari pemikiran Konfucu dan Aquinas tadi sebenarnya tampak
benih-benih atau dasar-dasar bagi perkembangan teori kontrak sosial.
Tulisan ini hanya membahas nuansa-nuansa dalam teori kontrak sosial. Bahasan tentang teori kontrak sosial ini pun dibatasi pada tiga karya pemikir utamanya, yaitu Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jacques Rousseau.
Tulisan ini hanya membahas nuansa-nuansa dalam teori kontrak sosial. Bahasan tentang teori kontrak sosial ini pun dibatasi pada tiga karya pemikir utamanya, yaitu Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jacques Rousseau.
G.
Metodologi Penelitian
- Jenis Penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif
deskriptif, yaitu suatu jenis penelitian yang berusaha mendapatkan pengetahuan
yang didasarkan pada data-data empiris. Secara umum, penelitian jenis ini
beroperasi sesuai dengan prosedur penentuan masalah penelitian, pengumpulan
data, dan analisis data
- Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini dapat didekati dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penekatan yang mencoba memahami
pemaknaan individu dari subjek yang sedang diteliti. Dalam pendekatan ini,
seorang peneliti melakukan interaksi langsung dan intensif dengan objek
penelitian. Melalui pendekatan seperti ini, peneliti mencoba memahami
kategori-kategori, pola-pola dan, analisis terhadap suatu aktivitas atau
peristiwa yang berhungan dengan kerajaan Adonara di Desa Adonara.
Pada prinsipnya pendekatan kualitatif berusaha
mencari dan mendapatkan pengertian dari fokus penelitian ini. Setelah
pendekatan tersebut digunakan langkah selanjutnya adalah mengumpulkan,
mendokumentasikan, menjajaki lokasi penelitian (observasi), dan dilanjutkan
dengan wawancara guna memperoleh data yang sebanyak banyaknya.
- Subjek Penelitian
Sesuai dengan fokusnya, maka yang menjadi subjek
penelitian ini tediri dari sumber-sumber tertulis maupun informasi para
informan yang memiliki ide dan pengetahuan yang dianggap sesuai mengenai
kerajaan Adonara, khususnya tokoh masyarakat yang mengetahui atau pernah
mendengarkan kisah tentang kerajaan Adonara di Desa Adonara.
- Sumber Data
Untuk keperluan penelilitian ini data diperoleh
dari dua sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer
diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui pengamatan, wawancara, dan
studi dokumentasi, sedangkan sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh
dari sumber-sumber atau dokumen-dokumen tertulis serta laporan hasil penelitian
lainya yang berkaitan dengan topik penelitian. Sumber-sumber tersebut
terdapatdiberbagau koleksi perpustakaan, seperti Perpustakaan Daerah Kabupaten
Ende, Perpustakaan Universitas Flores, Perpustakaan Lestari Ende, dan
Percetakaan Arnoldus Ende.
Secara
ringkas dapat penulis katakan bahwa penelitian ini meliputi tahap-tahap
sebgai berikut:
1.
Studi
dokumentasi, yaitu kegiatan pengumpulan data yang diambil dari seejumlah sumber
seperti: buku-buku, majalah, hasil penelitian, dan sejenisnya.
2.
Pengamatan,
yaitu metode yang digunakan untuk melihat bukti-bukti peninggalan yang
berhubungan dengan kerajaan Adonara di desa Adonara.
3.
Wawancara,
yaitu metode yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari apa yang dikatakan
oleh informan.
5.
Metode
Penelitian
Dalam usaha untuk memperoleh hasi penelitian yang
maksimal dan sistematis, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode sejarah (Historical Method). Metode sejarah adalah proses menguji
dan menganalisa secara kritis rekaman dan peniggalan masa lampau. Rekonstruksi
yang imajinatif pada masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan
menempuh proses yang disebut historiografi. Sejarawan berusaha untuk
merekonstruksi sebanyak-banyaknya masa lampau manusia. (Notosusanto, 1971 :
32).
Metode penelitian
sejarah merupakan metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan penelitian sejarah dan permasalahannya. Dengan kata lain, metode
sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah. Secara umum
dapat dikatakan bahwa metode sejarah merupakan penelaahan serta sumber-sumber
lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan dengan sistematis.
Atau dapat dikatakan dengan kata lain metode sejarah merupakan suatu metode
yang bertugas mendeskripsikan gejala. Metode sejarah yang digunakan dalam
penelitian ini bermaksud membuat rekontruksi masa lalu secara sistematis dan
objektif, dengan cara mengumpulkan, mengverifikasikan, serta mensintesiskan
bukti-bukti untuk untuk mendukung bukti-bukti tersebut untuk mendukung fakta
sehingga memperoleh kesimpulan yang kuat. (Usman, 1996: 79).
Menurut Jack. Fraenkel (dalam Nurul Zuriah, 1996:
22) menjelaskan bahwa metode sejarah adalah metode yang secara ekslusif
memfokuskan kepada masa lalu. Metode ini mencoba merekonstruksi apa yang
terjadi pada masa lalu dengan selengkap dan seakurat. Sementara menurut donald
ary dkk (1980) dalam Nurul Zuriah, 2005: 51, juga menyatakan bahwa metode
sejarah adalah suatu metode untuk menetepkan fakta dan mencapai simpulan
mengenai hal-hal yang telah lalu, yang dilakukan secara sistematis dan objektif
oleh sejarawan, dan menafsirkan bukti-bukti untuk mempelajari masalah tersebut.
Penerapan metode sejarah dalam penelitian ini
meliputi empat tahap, yaitu: Tahap pertama adalah heuristik atau proses
menemukan dan mengumpulkan sumber, baik itu sumber primer, yaitu data yang
diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui pengamatan, wawancara dan studi
dokumentasi maupun sumber sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari
buku-buku atau dokumen-dokumen tertulis serta laporan hasil penelitian lainnya
yang berkaitan dengan topik penelitian. Sumber-sumber tersebut terdapat
diberbagai koleksi perpustakaan, seperti Percetakan Arnoldus Ende, Perpustakaan
Daerah Kabupaten Ende, Perpustakaan
Universitas Flores dan Perpustakaan Lestari Ende.
Pada tahap ini, studi pustaka mutlak dilakukan
sebagai upaya untuk memebangun kerangka dan landasan pemikiran. Di samping itu,
juga studi pustaka juga digunakan unutk memperoleh pembahasan masalah tertentu
yang ada kaitannya dengan Kajian Historis Kerajaan Adonara.
Tahap kedua adalah kritik terhadap sumber. Kritik
sumber ini baru dilaksanakan setelah semua sumber terkumpul. Setelah semua
sumber terkumpul, penulis melakukan penilaian terhadap sumber-sumber tersebut,
baik secara eksteren, yaitu penulis melakukan kritik untuk mengetahui kebenaran masa pembuatan,
tempat pembuatannya, analisis bahannya, dan bentukasli dokumen, maupun secara
interen, yaitu kritik atas sumber yang ditunjukan untuk menemukan apakah nilai
sumber dokumen ini memiliki kadar kredibilitas tinggi (bersifat kualitatif)
atau tidak (Kuntowijoyo, 1995: 101). Gunanya adalah untuk mencari sumber-sumber
yang autentik dan kredibel, serta memilah-milah sumber-sember yang asli dan
smber-smber yang diperlukan dalam dalm studi ini. Sumber autentik berarti
sumber irtu benar-benar dikeluarkan oleh orang atau organisasi yang namanya
tertera pada sumber tersebut, sedangkan sumber yang kredibel berarti seberapa
jauh informasi yang terkandung di dalamnya dapat dipercaya.
Tahap ketiga, interpretasi terhadap fakta-fakta
sejarah. Pada tahap ini, penulis melakukan proses perumusan fakta-fakta dari
sumber-smber yang tersedia.
Selanjutnya pada tahap keempat, historiografi atau
penulisan sejarah yang merupakan hasil akhir dari kerja sejarawan. Pada tahap
ini, fakta disintesakan dalam bentuk tulisan yang bersifat ilmiah, berdasarkan
bukti-bukti yang telah dinilai secara akurat. Karya sejarah yang baik tidak
hanya tergantung pada kemampuan meneliti sumber sejarah dan memunculkan fakta
sejarah, melainkan juga membutuhakn kemampuan imajinatif untuk menguraikan
kisah historis secara terperinci. (Palmer, 1993: 35)
Waktu dan lokasi penelitian. Penelitian tentang
kajian historis kerajaan adonara, selama 3 minggu yakni dalam bulan juni 2009.
Sementara lokasi penelitian yang dipilih menjadi fokus penelitian adalah Desa
Adonara, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur.
Setelah melewati empat tahap di atas, diharapkan
bahwa Kajian Historis Kerajaan Adonara pada tahun () dapat dideskripsikan ke
dalam suatu realitas yang mendekati kenyataan dan kebenaran.
Terima Kasih Telah Mngunjungi Blog ini
Dipublikasikan Oleh:
Renol Kota - Ndona
Jangan lupa berikan komentarnya ....
Label: ADONARA, KABUPATEN FLORES TIMUR, KAJIAN HISTORIS, KAJIAN HISTORIS KERAJAAN ADONARA, KERAJAAN ADONARA, NDONA, RENOL KOTA, RENOL KOTA-NDONA
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda